Di Balik Pria Hebat Ada Wanita Hebat

Masa-masa sulit dakwah Rasulullah saw adalah era Mekkah sebelum Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah. Dan masa yang paling sulit adalah saat Nabi bersama umat Islam mengalami boikot kaum Quraisy selama tiga tahun. Nabi ditemani saudara-saudaranya dari Bani Hisyam dan Bani Munthalib. Namun teman yang paling membuatnya nyaman adalah pamannya (Abu Thalib) dan istrinya (Khadijah).
Pemboikotan membuat kaum Muslimin menderita luar biasa. Selama masa itu, Rasulullah saw dan Khadijah berusaha keras melindungi kaum Muslimin. Seluruh harta benda Khadijah habis digunakan untuk membantu kaum Muslimin yang kelaparan.
Khadijah selalu hadir dalam kebimbangan sang suami, utamanya dalam hal-hal yang penting dan mendasar, seperti soal kebenaran wahyu dan tentang risalah serta status dirinya sebagai seorang Nabi. Khadijah selalu mendukung dan mendorong suaminya untuk tetap dalam kebenaran. Bahkan Khadijah merelakan segala yang dimiliki untuk mendukung dakwah Islamnya, termasuk saat terjadi pemboikotan tersebut.
Selain itu, Khadijah sangat menghormati sang suami. Khodijah begitu hormat dan taat terhadap suaminya. Rasulullah pun merasakan kenyamanan sebagai seorang suami dan kepala rumah tangga.
Karenanya, pada suatu ketika Rasulullah saw menyatakan, “Demi Allah, tidak ada ganti yang lebih baik dari dia, yang beriman kepadaku saat semua orang ingkar, yang percaya kepadaku ketika semua mendustakan, yang mengorbankan semua hartanya saat semua berusaha mempertahankannya dan darinyalah aku memperoleh keturunan.”
Begitulah pernyataan Rasulullah tentang kepribadian Khadijah, istrinya. Istri sejati yang dengan segenap kemampuan dirinya berkorban demi kejayaan Islam. Pernyataan Rasulullah ini sempat membakar api cemburu Siti Aisyah.
Dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda: wanita yang paling baik (pada masa lalu) adalah Maryam binti Imran dan wanita yang paling baik (sesudah masa itu) adalah Khadijah binti Khuwailid (istri Nabi). Abu Kuraib berkata; waktu meriwayatkan Hadits ini sambil memberi isyarat ke langit dan ke bumi (HR. Muslim No. 4458)
Dalam kadar yang lebih rendah, kesulitan ini juga pernah dialami oleh Kiai Dahlan pada masa awal dakwahnya. Ia dituduh sebagai ulama palsu.
Masa yang paling sulit adalah saat meluruskan kiblat. Saat itu, Langgarnya yang telah menghadap kiblat dirobohkan oleh orang-orang suruhan penghulu Keraton Yogyakarta. Peristiwa itu membuat hancur Kiai Dahlan dan hampir mengakibatkan Kiai bersama isterinya, Siti Walidah, hijrah dari Yogyakarta.
Siti Walidah selalu menemani Kiai Dahlan sewaktu gembira maupun susah dalam berdakwah. Bahkan setelah Kiai Dahlan wafat, Siti Walidah meneruskan jalan dakwah Kiai Dahlan. Dari dua kisa di atas, ternyata di balik kehebatan pria terdapat wanita yang hebat pula. [abuaya/sm]

Leave a Comment