Pasukan Thalut yang tersisa, walaupun jumlahnya lebih kecil daripada pasukan Jalut, terdiri dari orang-orang yang sudah lulus ujian. Sudah teruji kedisiplinannya. Mereka tidak takut mati, karena kematian justru akan mempercepat mereka bertemu dengan Allah SwT. Jumlah sedikit tidak membikin mereka gentar, betapa banyak golongan yang sedikit bisa mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah SwT.
Tatkala berhadapan dengan pasukan Jalut, tentara Thalut memohon kepada Allah tiga hal. Pertama, mohon diberi kesabaran menghadapi peperangan besar yang tidak seimbang ini. Kedua, mohon diberi keteguhan hati, jangan sampai menyerah atau lari meninggalkan medan perang. Ketiga, mohon pertolongan agar dapat mengalahkan pasukan kafir. Allah SwT berfirman:
“Tatkala Jalut dan tentaranya telah nampak oleh mereka, merekapun (Thalut dan tentaranya) berdoa: ‘Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (QS. al-Baqarah [2]: 250)
Allah SwT mengabulkan doa mereka. Pasukan Thalut keluar sebagai pemenang. Kemenangan itu diberikan oleh Allah SwT melalui Daud yang berhasil membunuh Jalut. Dari peperangan inilah bermula kisah ketokohan Daud.
Sebenarnya Daud hanyalah seorang pemuda penggembala domba yang badannya kecil. Semula Thalut keberatan mengizinkan Daud ikut berperang. Apa yang bisa dilakukan oleh seorang pemuda penggembala yang tidak terlatih untuk berperang. Apalagi berhadapan dengan pasukan besar yang dipimpin oleh Jalut, panglima yang bertubuh perkasa. Tetapi karena Daud menunjukkan kemauan yang sangat kuat, maka Thalut menerimanya. Kemauan dan tekad kuat adalah modal utama untuk memenangi sebuah peperangan.
Senjata yang digunakan Daud bukan pedang, panah atau tombak, tetapi ketapel. Daud fokus membidik Jalut, dia ketapel dengan sekuat tenaga kepala Jalut, dan kena. Jalut jatuh kemudian tewas. Kematian panglima perang yang selama ini menjadi andalan utama, membuat pasukan bangsa Palestina jatuh moralnya, terganggu konsentrasi mereka, akhirnya mereka dapat dikalahkan. Allah SwT berfirman:
“Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (QS. al-Baqarah [2]: 251)
Pemuda Daud muncul sebagai pahlawan baru di kalangan Bani Israil. Raja Thalut sangat senang dan menyayanginya. Kemudian mengambilnya sebagai menantu. Maka mulailah Daud hidup di istana sebagai menantu raja. Setelah Raja Thalut meninggal dunia, Daud dinobatkan menjadi raja baru Bani Israil. Setelah itu Allah SwT mengangkatnya menjadi Nabi dan Rasul. Kepada Daud diturunkan kitab suci Zabur. Dalam ayat dinyatakan Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah.
Tampaklah bagi kita bagaimana Allah SwT memberikan pertolongan kepada Bani Israil dengan cara yang tidak diduga sama sekali. Bani Israil yakin bangsa Palestina dapat dikalahkan apabila Allah SwT memberi mereka seorang raja. Maka Allah beri Thalut. Tetapi kemenangan justru datang melalui seorang pemuda yang penggembala domba yang sama sekali tidak diperhitungkan, bahkan nyaris tidak diizinkan bergabung dalam pasukan, yaitu Daud.
Nabi Daud Miliki Suara Sangat Merdu
Nabi Daud as dikaruniai oleh Allah SwT suara yang sangat merdu dan kemampuan melunakkan besi. Allah SwT berfirman yang artinya:
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari kami. (Kami berfirman): ‘Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud’, dan Kami telah melunakkan besi untuknya. (yaitu) Buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan shalih. Sesungguhnya aku melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Saba’ [34]: 10-11)
Apabila Daud bertasbih dengan suara yang sangat merdu, Allah perintahkan gunung-gunung dan burung-burung untuk mengulang-ulang tasbihnya Daud. Apakah yang dimaksud dengan gunung-gunung dan burung-burung bertasbih adalah bertasbih dengan makna hakiki artinya benar-benar mengulangi tasbih yang dilantunkan Daud, atau tasbih dalam arti majazi yaitu tunduk patuh menjalankan perintah Allah kepada gunung-gunung dan burung-burung sesuai dengan fungsi masing-masing?
Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah (11: 355-356) jika yang dipilih adalah pengertian majazi, maka tidak ada nilai lebih dari karunia yang diberikan secara khusus kepada Daud, karena pada dasarnya langit dan bumi serta semua isinya selalu bertasbih kepada Allah SwT sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-Nya berikut:
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada satupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. al-Isra’ [17]: 44)
Menurut ayat di atas maka gunung dan bunrung-burung sudah sejak semula bertasbih dengan memuji Allah SwT tanpa terikat dengan tasbihnya Daud. Jadi yang tepat memang, gunung-gunung dan burung-burung diperintahkan oleh Allah SwT mengulang-ulang tasbihnya Daud dalam pengertian yang sebenarnya. Pilihan pendapat ini diperkuat oleh riwayat Bukhari melalui Abdullah ibn Mas’ud yang menyatakan bahwa ada diantara para sahabat Nabi yang mendengar tasbih makanan saat dia makan.
Juga dikuatkan oleh riwayat al-Bazzar dan ath-Thabrani melalui Abu Dzar ra, bahwa pada suatu ketika Rasul memungut tujuh butir batu, maka batu-batu itu bertasbih di tangan beliau hingga terdengar suaranya, lalu diletakkan di tangan Abu Bakar ra, dan ia juga bertasbih, demikian juga di tangan Umar dan Utsman.
Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar (XXII: 139), tanpa menyebut sumbernya, Daud melantunkan puji-pujian kepada Allah SwT sambil memainkan kecapi. Apabila Daud telah asyik dengan nyanyian pujian itu, yang dinamai Mazmur, fanalah beliau seakan-akan lebur ke dalam alam yang ada di sekeliling beliau sampai dirasakan pertalian nyanyian beliau dengan gunung-gunung. Gunung-gunung yang tinggi itu seakan turu bernyanyi. Apabila beliau telah bertasbih memuji Tuhan, maka gunung dan ganang, air yang mengalir, burung-burung yang sedang terbang turut merasakan nyanyian itu.
Apabila Daud membaca kitab Zabur, beliau membacanya dengan suara yang sangat merdu. Sehubungan dengan itu, tatkala pada suatu malam Rasulullah saw mendengarkan suara Abu Musa al-Asy’ari membaca al-Qur’an dengan suara yang sangat merdu, beliau bersabda: ‘Dia ini telah dikaruniai Mizmar keluarga Daud’ (HR. Bukhari dan Muslim). Bersambung. [yunaharilyas/sm]