Aboe Bakar Atjeh adalah cendekiawan Muslim yang dikenal dari keluasan cakupan karya-karyanya. Ia menulis banyak karya yang melingkupi banyak bidang; dari keagamaan, filsafat, sejarah, hingga kebudayaan. Oleh karena keluasan ilmunya tersebut, Aboe Bakar Atjeh dijuluki Sang Ensiklopedia Berjalan.
Aboe Bakar Atjeh lahir pada 28 April 1900 di Peureumeu, Kabupaten Aceh Barat. Ia hidup dalam lingkungan keluarga ulama. Ayahnya Teungku Haji Syekh Abdurrahman, sementara ibunya bernama Teungku Haji Naim dari perkampungan Peulanggahan, Kutaraja (Banda Aceh). Tamabahan kata “Atjeh” di belakang namanya merupakan pemberian Presiden Sukarno yang kagum akan keluasan ilmu putra Aceh ini.
Sejak kecil, Aboe Bakar Atjeh telah belajar belajar di beberapa dayah (pondok pesantren) terkenal di Aceh. Diantaranya di dayah Teungku Haji Abdussalam Meuraxa serta dayah Manyang (Ma’had Ali/Sekolah Tinggi Islam) Tuanku Raja Keumala di Peulanggahan, Banda Aceh. Selain itu, ia juga belajar di Volkschool Meulaboh dan Kweekschool Islamiyah di Sumater Barat. Pernah juga belajar ke Makkah dalam waktu yang tidak lama.
Pendidikan lainnya diperoleh semasa menetap di Yogyakarta dan kemudian pindah ke Jakarta. Selama di Jakarta, ia mempelajari beberapa bahasa asing melalui kursus-kursus. Hingga berhasil menguasai sejumlah bahasa seperti Jepang, Belanda, Inggris, Arab, Perancis, dan Jerman. Baginya, selain bahasa asing, bahasa daerah juga tidak dapat diremehkan sebagai sarana menggapai pengetahuan dan khazanah keilmuan. Dibuktikan dengan kefasihannya dalam beberapa bahasa daerah seperti bahasa Aceh, Minangkabau, Jawa, Sunda dan Gayo.
Masa mudanya disibukkan dengan keaktifannya di sejumlah organisasi keagamaan hingga partai politik. Pada 1923 aktif di Sarekat Islam di Aceh Barat. Setahun kemudian mulai aktif di Muhammadiyah dan ikut mendirikan Muhammadiyah wilayah Kutaraja (Banda Aceh). Dalam ranah politik, ia aktif di Partai Masyumi sejak 1946. Karir cemerlang membawanya masuk birokrasi pada masa Menteri Agama dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim. Di Departemen Agama, ia ditugasi membantu menteri dalam urusan penataan dan pelayanan ibadah haji dan sempat memimpin rombongan jamaah haji pada 1953.
Pada zaman belanda, Aboe Bakar Atjeh juga sebagai pustakawan dan editor pada Kantor Urusan Dalam Negeri (1930-1941). Di masa pendudukan Jepang, ia menjadi pemimpin asrama dan pegawai perpustakaan pada Shomubu Nito Syoki (1944), disamping menjadi guru pada Latihan Kursus Kiai. Setelah Proklamasi kemerdekaan, ia menjadi pegawai pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (1945). Setahun kemudian ia menjabat Kepala Perpustakaan Islam Kementerian Agama di Yogyakarta (1946), anggota pemimpin Partai Masyumi di Yogyakarta (1946), dan menjadi Pegawai Tinggi pada Departemen (Kementerian) Agama Republik Indonesia (1947-1955).
Tahun 1950, Aboe Bakar Atjeh menjadi pimpinan editor majalah Mimbar Agama, majalah resmi Departemen Agama. Pada 1948, bersama Menteri Agama waktu itu (KH. Masjkur), ia mempelopori gagasan penulisan al-Qur’an Pusaka, berukuran 65 x 120 cm dan kini disimpan di Masjid Baitur Rahim, Istana Negara, Jakarta.
Aboe Bakar Atjeh aktif memberikan pengajian agama di masjid-masjid, di Pusroh (Pusat Rohani) Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) Jakarta, dan menjadi dosen pada beberapa perguruan tinggi seperti IAIN Jakarta, Universitas Ibnu Khaldun, dan Universitas Islam Jakarta. Pada 30 Januari 1967, ia menerima gelar doktor honoris causa dalam bidang Ilmu Agama Islam dari Universitas Islam Jakarta.
Beberapa karya tulisan Aboe Bakar Atjeh antara lain : Sejarah Al-Qur’an, Sejarah Ka’bah dan Manasik Haji, Sejarah Hidup K.H.A. Wahid Hasjim dan Karangan Tersiar, Sejarah Masjid dan Amal Ibadah di Dalamnya, Mutiara Akhlaq, Ahlus Sunnah wal-Jama’ah, Keyakinan dan I’tiqad, Sejarah Filsafat Islam, Pengantar Ilmu Tarekat, Perbandingan Mazhab Syi’ah, Rasionalisme dalam Islam, Gerakan Salafiyah di Indonesia, Perbandingan Mazhab Salaf, Islam dalam Masa Murni, Wasiat Ibnu Arabi Kupasan Hakikat dan Ma’rifat dalam Tasawuf Islam, Ilmu Fiqih Islam dalam 5 Mazhab, Pendidikan Sufi, Potret Dakwah Muhammad SAW dan para Sahabatnya, Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia, Toleransi Nabi Muhammad dan para Sahabatnya, Lee Sabooh Nang: Buku Bacaan Anak-anak dalam Bahasa Aceh, dan Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf.
Oleh karena kedalaman ilmu pengetahuan, daya nalar, dan daya ingatan yang sangat kuat, ABoe Bakar Atjeh memperoleh julukan “Ensiklopedia Berjalan”. Ia juga dimasukkan dalam daftar tokoh penting menurut buku “Seratus Tokoh Islam yang Paling Berpengaruh di Indonesia” yang ditulis oleh Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza. Dilihat dari karya-karya yang dihasilkannya, Aboe Bakar umumnya banyak bercerita tentang sejarah dan ilmu-ilmu keislaman ditinjau dari sudut pandang sejarah.
Hidupnya didedikasikan penuh untuk berkarya dan pengabdian. Kedekatan dan keakrabannya dengan berbagai kalangan reformis-modernis selama di Yogyakarta, tidak menghalanginya untuk membangun suasana harmonis dengan komunitas tradisionalis. Dalam sejumlah tulisannya, Aboe Bakar Atjeh menunjukkan kekagumannya dan menimba banyak ilmu dari tradisi keilmuan pesantren.
Tulisannya berjudul “Kebangkitan Dunia Baru Islam di Indonesia” untuk satu bab buku terjemahan Stoddard, Dunia Baru Islam (1966), ia menunjukkan kontribusi masing-masing kelompok reformis-modernis-tradisi maupun kaum tua-kaum muda, bagi kemerdekaan Indonesia. Tulisannya mengacu pada pendekatan rekonsiliasi, mencari titik temu dan sintesis-sintesis baru bagi upaya perpaduan kekuatan bangsa. Ia melihat bahwa segenap komponen bangsa memiliki kontribusi tersendiri untuk kemajuan negeri. Oleh karena itu, semua elemen bangsa yang berbeda merupakan kekayaan yang menjadi penyusun mozaik yang indah dalam pergumulan sejarah Indonesia. [m.ridhabasri/sm]