Pada abad pertengahan, penyakit cacar menyerang secara berkala di Eropa, menjadi endemis setelah jumlah perpindahan penduduk meningkat pada zaman Perang Salib. Kemudian pada abad ke 16 penyakit cacar melanda sebagian besar penduduk Eropa. Bahkan selama abad ke 18 sampai akhir, penyakit cacar mampu membunuh sekitar 400.000 penduduk Eropa per tahun, sehingga penyakit cacar menjadi persoalan yang cukup memprihatinkan bagi sebagian besar penduduk Eropa. Adalah Al-Razi ilmuwan pertama yang mendiagnosa penyakit cacar.
Nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Al-Razi. Di dunia Barat dikenal dengan nama Rhazes. Ia merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup di zaman keemasan Islam. Lahir di Rayy, Teheran pada tahun 865 M dan wafat pada tahun 925 M. Nama Al-Razi sendiri berasal dari nama kota Rayy. Kota tersebut terletak di lembah selatan jajaran Dataran Tinggi Alborz yang berada di dekat Teheran, Iran.
Al-Razi dikenal sebagai ilmuwan serba bisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam. Hal ini karena sejak muda ia telah mempelajari filsafat, kimia, matematika, dan sastra. Saat masih kecil, ia tertarik menjadi penyanyi atau musisi, namun kemudian ia lebih tertarik pada bidang kimia. Ia termasuk salah seorang yang terampil melakukan proses-proses kimia, seperti distuasi, sublimasi, kalsinasi, kristalisasi, sintesa, serta berbagai analisis lainnya.
Ketika berusia 30 tahun, Al-Razi memutuskan berhenti menekuni bidang kimia, karena berbagai eksperimen yang membuat matanya menjadi cacat. Kemudian ia mencari seorang dokter yang dapat menyembuhkan matanya. Dari sinilah Al-razi mulai mempelajari ilmu kedokteran.
Dalam bidang kedokteran, Al-Razi berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Selain pada Hunayn, ia juga berguru kepada Ali bin Sahal ath-Thabiri, seorang filosof dan dokter asal Merv. Mulanya, gurunya merupakan seorang Yahudi yang kemudian berpindah agama menjadi Islam setelah mengambil sumpah untuk menjadi pegawai kerajaan di bawah kekuasaan Khalifah Abbasiyah, al-Mu’tashim.
Al-Razi kembali ke kampung halamannya dan dikenal sebagai dokter di sana. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercayai untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Kedudukannya sebagai kepala rumah sakit ini terjadi pada masa kekuasaan Mansur Ibn Ishaq, seorang penguasa Samania. Ia pun menulis buku yang khusus dipersembahkan untuk Mansur Ibn Ishaq yang ia beri judul al-Thibb al-Mansur.
Beberapa tahun kemudian, Al-Razi hijrah ke Baghdad tepatnya pada masa kekuasaan Muktafi dan ia dipercaya memimpin rumah sakit Muqtadiri. Setelah kematian Khalifah Al-Muktafi pada 907 M, Al-Razi memutuskan kembali ke Rayy, kota kelahirannya. Di kota ini ia memiliki banyak murid.
Selain dikenal sebagai seorang yang terampil melakukan proses-proses kimia, ia juga yang berhasil menerapkan ilmu kimia dalam bidang kedokteran. Ia sukses mengobati penyakit melalui reaksi yang terjadi di dalam tubuh pasien. Ia mempunyai keahlian menemukan cologne yang disarikan dari sejenis tumbuh-tumbuhan.
Karya dan Sumbangan Al-Razi
Selama hidupnya, Al-Razi menulis tidak kurang dari 200 buku. Beberapa karyanya di bidang kedokteran. Diantaranya al-Hawi, buku induk bidang kedokteran. Buku ini merangkum ilmu-ilmu kedokteran yang pernah ia baca, dan diuji kebenarannya melalui eksperimen. Lalu kitab al-Judari wa al-Hasbah, buku yang mengupas seluk-beluk penyakit cacar. Kemudian kitab al-Asrar, buku yang berisi tentang berbagai macam luka serta penggunaan kayu pengapit dan penyangga untuk keperluan patah tulang. Selain itu dibahas pula terkait sakit perut, dan masih banyak karya-karya yang lainnya.
Al-Razi adalah orang pertama yang membuat diagnosa seputar penyakit cacar, “Cacar terjadi ketika darah ‘mendidih’ dan terinfeksi, dimana kemudian hal ini akan mengakibatkan keluarnya uap. Kemudian darah muda (yang kelihatan seperti ekstrak basah di kulit) berubah menjadi darah yang makin banyak dan warnanya seperti anggur yang matang. Pada tahap ini, cacar diperlihatkan dalam bentuk gelembung pada minuman anggur. Penyakit ini dapat terjadi tidak hanya pada masa kanak-kanak, tapi juga masa dewasa.
Cara terbaik untuk menghindari penyakit ini adalah mencegah kontak dengan penyakit ini, karena kemungkinan wabah cacar bisa menjadi epidemi. Diagnosa ini kemudian dipuji oleh Encyclopedia Britannica (1991) yang menulis: “Pernyataan pertama paling akurat dan terpercaya tentang adanya wabah ditemukan pada karya dokter Persia pada abad ke-9, yaitu Rhzes, yang menjelaskan gejalanya secara jelas, patologi penyakit yang dijelaskan dengan pengumpamaan fermentasi anggur dan cara mencegah wabah tersebut”.
Al-Judar wa al-Hasbah (Cacar dan Campak) karya Al-Razi adalah buku pertama yang membahas tentang cacar dan campak sebagai dua wabah yang berbeda. Kemudian buku ini diterjemahkan belasan kali ke dalam bahasa Latin dan Eropa lainnya. Penjelasan yang tidak dogmatis dan kepatuhan pada prinsip Hippokrates dalam pengamatan klinis memperlihatkan cara berpikir Al-Razi dalam buku ini.
Al-Razi juga diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan penyakit alergi asma, dan ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi. Di salah satu tulisannya, ia menjelaskan timbulnya penyakit rhinitis (alergi umum) setelah mencium bunga mawar pada musim panas. Al-Razi juga merupakan ilmuwan pertama yang menjelaskan demam sebagai mekanisme tubuh untuk melindungi diri. Pada bidang farmasi, ia juga berkontribusi membuat peralatan seperti tabung, spatula, dan mortar, dan mengembangkan obat-obatan yang berasal dari merkuri.
Al-Razi juga mengemukakan pendapat tentang etika kedokteran. Salah satunya ketika ia mengkritik dokter jalanan palsu dan tukang obat yang berkeliling di kota dan desa untuk menjual ramuan. Selain itu, ada pula pernyataannya terkait dunia kedokteran bahwa dokter tidak mungkin mengetahui jawaban segala penyakit dan menyembuhkan semua penyakit, untuk itu ia menyarankan agar meningkatkan mutu seorang dokter dan tetap belajar serta terus mencari informasi baru. Kemudian ia juga berargumen bahwa tujuan menjadi dokter adalah untuk berbuat baik, bahkan sekalipun kepada musuh, dan bermanfaat untuk masyarakat luas.
Al-Razi dikenal sebagai seorang yang murah hati, memperhatikan pasien-pasiennya, serta dermawan kepada orang-orang miskin. Oleh karenanya, ia tidak meminta bayaran sedikitpun kepada pasien yang berobat kepadanya. Di sela-sela aktifitasnya sebagai dokter, ketika sedang tidak bersama murid dan pasiennya, ia selalu memanfaatkan waktunya untuk belajar dan menulis. Inilah yang kemungkinan menjadi sebab penglihatannya berangsur-angsur lemah (rabun) dan akhirnya mengalami kebutaan. Al-Razi menolak untuk diobati dan ia mengatakan pengobatan itu akan sia-sia belaka, karena sebentar lagi ia akan meninggal dunia. Benar saja, beberapa hari kemudian ia meninggal dunia pada 5 Sya’ban 313 H/27 Oktober 925 M, di kota kelahirannya, Rayy. [nurshifafauziyah/sm]