Cordoba adalah sebuah nama yang berkarisma bagi setiap Muslim di belahan bumi manapun. Setelah Islam masuk ke Andalusia, pada era pemerintahan Bani Umayyah, Cordoba menjadi ibukota Spanyol.
Umat Muslim sedunia mengenal Cordoba dalam memori kolektif yang kuat. Apalagi nama Masjid Cordoba. Keduanya memiliki pesona dalam kenangan indah bersama umat Islam yang mengenal sejarah kejayaan Islam di bumi Andalusia, Spanyol bagian selatan.
Perjalanan darat empat jam dari Madrid hingga sampai ke kota bersejarah di jazirah Andalusia Spanyol ini tidak terasa, karena yang ada di pikiran ialah Masjid Cordoba. Sebuah bangunan masjid yang sangat megah dan klasik dibangun di era Dinasti Sultan Abdurrahman I pada masa kekuasaan Bani Umayyah di Spanyol selatan.
Begitu memasuki pintu bangunan bersejarah yang sangat klasik itu, rasa keagamaan bernuansa sakral tetap menyeruak di kalbu. Ketika kaki demi kaki melangkah dengan tetap beralaskan sepatu, perasaan tak nyaman tersimpan rapat. Hati sempat bergumam, “di sini mestinya setiap Muslim shalat, di masjid bersejarah ini”.
Ribuan orang berduyun-duyun masuk ke masjid nan elok ini, “Masjid” Cordoba. Masjid dengan dua tanda petik. Memang inilah masjid yang sesungguhnya. Masjid Cordoba yang klasik di jantung ibukota kekuasaan Islam di Andalusia pada masa kejayaan umat Muslim berabad-abad lamanya. Tapi kini, ia bukan lagi masjid, menjadi cagar budaya karena tidak lagi difungsikan sebagai tempat shalat kaum Muslimun. Di dalamnya bahkan ada sebuah altar gereja, tempat upacara keagamaan umat Nasrani.
Bagi setiap Muslim bangunan khas Timur Tengah mirip Masjid Nabawi di Arab Saudi dan Masjid Damaskus di Syiria itu, rasanya tetaplah sebuah Masjid. Dia simbol kemajuan dan perluasan peradaban Islam di benua Eropa, berseberangan dengan Maroko, Aljazair, dan Tunisia dipisahkan Selat Gibraltar. Dia perlambang kejayaan Islam yang berkemajuan.
Masjid Cordoba setelah berubah fungsi menjadi bangunan bersejarah pada 15 Desember 1994 ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia. Dalam catatan sejarah, sebelum Islam masuk ke Andalusia, situs Masjid Cordoba itu aslinya merupakan lokasi Gereja Katholik yang dibangun oleh bangsa Visigoth.
Tahun 787 masehi, pasca jazirah Spanyol bagian selatan itu dikuasai umat Islam maka kawasan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu untuk Muslim dan Kristen. Pembagian ini bertahan hingga Khalifah Abdurrahman I dari Dinasti Umayyah membeli bangunan milik Kristen dan kemudian menggantinya dengan Masjid Cordoba. Pembangunan kawasan masjid terus dilakukan oleh khalifah-khalifah sesudahnya hingga seluas itu.
Cordoba saat itu dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan, dengan jumlah kunjungan ke perpustakaannya mencapai 400.000 orang. Cordoba menjadi salah satu peradaban Islam yang maju kala itu di kawasan Eropa. Setelah Andalusia jatuh di era Raja Ferdinand III tahun 1236, Cordoba pun berpindah tangan dan sejak itu ada dalam penguasaan rezim Katholik. Masjid pun berubah menjadi Katedral.
Beberapa tahun lalu sempat muncul tuntutan dan rencana pihak keuskupan Cordoba untuk menamai Masjid Cordoba menjadi Katedral Cordoba. Usul itu memperoleh penentangan keras dari pihak kaum Muslim Spanyol dan negara-negara lain. Pihak UNESCO pun keberatan karena Masjid Cordoba telah secara sah menjadi salah satu warisan sejarah dunia.
The Mezquita, sebutan untuk Masjid Cordoba dalam bahasa Spanyol, telah menjadi simbol dunia, demikian pendapat Antonio Manuel Rodriguez, seorang profesor hukum perdata di Universitas Cordoba. “Ini adalah peninggalan sejarah milik semua orang Spanyol dan bukan hanya untuk orang-orang Katolik”, kata Direktur organisasi Islam, Isabel Romero, mewakili suara umat Islam Spanyol.
Cordoba adalah saksi peradaban. Sebagian Muslim mungkin tak ada yang mengenal atau mengingatnya. Sejarah peradaban Islam, melalui Masjid Cordoba, menuntut kesadaran kolektif umat Muslim sedunia. Tidak hanya membangun, merawatnya pun sungguh tidak mudah dan sarat perjuangan berat dalam hukum pasang surut peradaban. [islamaktual/sm/a.nuha]