Belajar Toleransi kepada Rasulullah

Setelah wafatnya Abu Thalib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkunjung ke perkampungan Thaif. Beliau menemui pemuka suku kaum Tsaqif. Rasulullah mengajak mereka untuk melindungi para sahabatnya agar tidak diganggu oleh suku Quraisy. Namun, kenyataan pedih yang dialami beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diusir dan dilempari batu oleh kaum Tsaqif. Akibatnya, darah pun mengalir dari tubuh beliau. Menyaksikan kejadian itu, Malaikat Jibril memohon izin untuk menghancurkan kaum Tsaqif karena telah menyiksa Rasulullah. Namun, apa jawaban Rasulullah? “Jangan! Jangan! Aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun.”

Beliau pun berdo’a untuk kaum Tsaqif. “Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena mereka belum mengetahui (kebenaran)” (HR. Baihaqi).

Pada kisah yang lain, Rasulullah saw mengampuni musuh-musuhnya selepas penaklukan Kota Mekkah (Fathul Makkah). Penduduk Mekkah yang selama ini memusuhi Rasulullah dan Umat Islam, ketakutan ketika umat Islam berhasil menaklukkan kota Mekkah. Sebab, sebelum penaklukan itu, umat Islam sering ditindas oleh kaum kafir Quraisy Mekkah. Tak jarang, mereka juga menghalang-halangi dakwah Rasulullah, bahkan hingga bermaksud membunuhnya.

Namun, setelah penaklukan kota Mekkah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memaafkan sikap mereka. Tidak ada balas dendam. Kekuasaan yang dimilikinya, tak menjadikan diri Rasul menjadi sombong atau bertindak sewenang-wenang. Ketika penduduk Quraisy menanti keputusan beliau, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saya hanya katakan kepada kalian sebagaimana ucapan Nabi Yusuf kepada para saudaranya, ‘tiada celaan atas kalian pada hari ini’. Pergilah! Kalian smeua bebas.” (HR. Baihaqi)

Inilah Rasul kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia mengajari kita tentang ketulusan hati dan tenggang rasa. Ia tidak menggembar-gemborkan jargon toleransi untuk pencitraan dakwahnya. Beliau menyeru kepada Islam dengan bekal sikap pemurah dan pemaaf. Beliau memperlakukan manusia dengan cinta sejati yang tidak dimiliki oleh para penyeru konsep toleransi saat ini. Dakwah mengajak kepada kebenaran hakiki, beliau lakukan dengan ketulusan hati. Hingga nampak pada perilaku beliau sikap pemaaf dan cinta yang sejati.

Inilah Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak mendakwahkan toleransi. Tapi mempraktikkan semangatnya dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, manusia pada hari ini semangat dari mendakwahkan toleransi; di saat yang bersamaan, mereka tidak toleran terhadap orang-orang yang ingin menerapkan ajaran agama yang rahmatan lil ‘alamin. [islamaktual/tabligh/mrh]

Leave a Comment