Konsepsi “Gempa” Dalam Khazanah Ulama Klasik

Dalam bahasa Arab, gempa disebut dengan “az-zilzal” atau “az-zalazil” yang secara bahasa bermakna getaran dahsyat-alami yang muncul dari bawah permukaan bumi. Dalam sejarah manusia, gempa telah terjadi berulang kali di segenap belahan bumi. Efek negatif gempa sendiri bagi dan dalam kehidupan sejak dahulu hingga kini sangatlah besar, utamanya adalah hilangnya nyawa manusia. Bahkan dalam konteks yang lebih besar, gempa menyebabkan hilangnya sebuah peradaban.
Oleh karena fenomena gempa telah terjadi sepanjang sejarah manusia, para ulama dahulu telah memiliki pemahaman dan rumusan mengenai gempa, betapapun masih bersifat teoritis. Pemahaman dan rumusan ini dapat ditemukan dalam karya-karya mereka yang masih tersisa hingga hari ini. Berikut ini akan dikemukakan secara deskriptif beberapa pandangan ulama klasik mengenai gempa sebagaimana tercatat dalam karya-karya mereka.
Jabir bin Hayyan (w. 200/815)
Karya Jabir bin Hayyan berkaitan gempa berjudul “Ikhraj Ma fi al-Quwwah ila al-Fi’l”. Dalam karyanya ini Jabir bin Hayyan mengemukakan berbagai fenomena alam seperti angin, air, petir, dan gempa. Mengenai gempa, ia mengemukakan konstruksi besar gempa. Menurutnya, gempa terjadi karena adanya tekanan besar berupa gas udara dari perut bumi yang mana tekanan gas itu tidak dapat keluar. Oleh karena itu apabila tekanan ini berlimpah ia akan saling memadat dan bertambah panas, berikutnya ia akan keluar secara paksa. Deskripsi Jabir bin Hayyan dalam karyanya ini telah diterjemahkan oleh seorang orientalis bernama G Vajda.
Al-Kindi (w. 246/860)
Al-Kindi adalah tokoh filsafat terkenal di dunia Islam. Ia juga dikenal sebagai ulama yang banyak mengkaji fenomena alam, utamanya fenomena bernuansa eskatologi yang dikenal dengan “al-Atsar al-’Uluwiyah”. Dalam kajian modern, berbagai uraian al-Kindi mengenai hal ini dikenal memiliki keakuratan. Salah satu karya al-Kindi berkaitan dengan gempa adalah “Illah Huduts ar-Riyah fi Bathin al-Ardh al-Muhdatsah Katsiran Min az-Zalazil wa al-Khususf”. Di buku ini al-Kindi menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi kondisi fisik bumi sehingga menyebabkan terjadinya gempa. Namun sayang -menurut peneliti- naskah ini saat ini terhitung tidak ditemukan alias hilang.
Ali bin Sahl ath-Thabari (w. 247/861)
Satu karyanya yang berhubungan dengan fenomena gempa berjudul “Firdaus al-Hikmah”. Ali bin Sahl ath-Thabari menguraikan mengenai proses munculnya gempa. Dalam hal ini ia sependapat -namun tidak sepenuhnya- dengan rumusan gempa menurut Aristoteles. Perbedaannya dengan Aristoteles adalah ia tidak berasumsi bahwa udara yang dialihkan ke perut bumi tidak semata-mata bergerak, namun ia berupa gas yang umumnya berada di dalam perut bumi.
Hunain bin Ishaq (w. 260/874)
Konsepnya mengenai gempa tertera dalam karyanya “Jawami’ li Kitab Aristhu Thalis fi al-Atsar al-’Uluwiyyah”. Buku ini terhitung sebagai ringkasan (talkhish) terhadap teori Aristoteles mengenai gempa. Hunain mengistilahkan bahwa gempa muncul disebabkan adanya banjir suhu udara dari perut bumi. Lebih lanjut ia menjelaskan gempa bermula ketika angin mulai berganti gas, berikutnya meluluh dan menyusut dari bumi. Hunain juga mengungkapkan bahwa matahari akan tampak keruh (berkabut) sesudah terjadinya gempa, tidak lain ini adalah debu yang tertiup angin yang muncul dari perut bumi.
Ali bin al-Husain al-Mas’udi (w. 346/957)
Karyanya berjudul “Muruj asz-Dzahab wa Ma’adin al-Jauhar”. Buku ini memang tidak secara khusus membahas tentang gempa. Namun di buku ini al-Mas’udi mendeskripsikan secara lengkap bencana gempa yang terjadi tahun 344/956. Al-Mas’udi mengungkapkan bahwa gempa yang terjadi saat itu bertahan selama setengah jam yang meliputi berbagai tempat. Al-Mas’udi juga mendeskripsikan hentakan gelombang gempa yang terjadi pada waktu itu. Menurutnya, gempa bermula dari munculnya ‘surfaktan’ di negeri China hingga mencapai Farghan dan Khurasan. Al-Mas’udi juga tak lupa mencatat efek terjadinya gempa tersebut. Ia mengatakan, “negeri-negeri ini rakyatnya porak-poranda, yang akibat letusan itu menyebabkan terbentuknya sebuah kawah air hitam yang membusuk, yang lainnya lagi menyebabkan munculnya banyak debu.
Ikhwan ash-Shafa (abad 4/10)
Ensiklopedia Ikhwan ash-Shafa berjudul “Rasa’il Ikhwan ash-Shafa wa Khullan al-Wafa”. Dalam ensiklopedia ini Ikhwan ash-Shafa mengkhususkan satu bahasan yang berjudul “al-Atsar al-’Uluwiyyah” yang di dalamnya diuraikan mengenai gempa. Secara terperinci Ikhwan ash-Shafa menguraikan sebab-sebab terjadinya gempa yang menurut mereka berupa gas yang terjadi karena beberapa faktor yaitu ketinggian suhu panas dari perut bumi, retensi air, dan ketiadaan rongga suhu udara. Ini semua menyebabkan timbulnya tekanan dari perut bumi dan menyebabkan keluarnya gas panas. Berikutnya apabila bumi mulai meretak maka keluarlah gas itu dan terdengarlah suara gemuruh gempa.
Ibn Sina (w. 428/1036)
Ibn Sina lebih dikenal sebagai ahli kedokteran dan filsafat. Wawasannya mengenai gempa terekam dalam salah satu topik dalam mahakaryanya “asy-Syifa”. Bahkan rumusan deskriptifnya mengenai gempa banyak dikutip sejak kurun abad pertengahan. Ibn SIna menjelaskan bahwa gempa sangat terkait dengan tekanan besar yang tersumbat di rongga udara perut bumi. Tekanan besar ini dapat muncul dari air yang masuk ke dalam rongga bumi dan berikutnya menghancurkan beberapa bagian bumi. Selain mendeskripsikan terjadinya gempa, Ibn SIna juga memberikan upaya mengatasi dampak dari terjadinya gempa bumi. Di antaranya ia menyarankan agar manusia membuat galian sumur di tanah agar tekanan gas itu menurun, dengan demikian getaran akibat gempa bumi itu akan berkurang.
Zakaria bin Muhammad al-Qazwaini (w. 682/1283)
Menurut al-Qazwaini, gempa bumi terjadi disebabkan keluarnya unsur gas dari rongga bumi yang bertekanan tinggi dan berubah menjadi materi cair. Menurutnya hal ini selain menyebabkan gempa juga menyebabkan terjadinya gunung berapi. Menurutnya lagi, debu dan uap udara yang demikian banyak tatkala terus berkumpul dan tertahan di perut bumi yang dingin akan berubah menjadi cairan panas. Sebab materi uap dan debu itu tidak mampu berada pada suhu yang teramat rendah dan di lapisan bumi yang padat serta ketiadaan rongga udara. Oleh karena itu uap-uap itu ketika naik dengan tanpa adanya rongga akan menyebabkan vibrasi bagian bumi. Dan setelah terjadi ‘ledakan’ barulah ia akan diam. Deskripsi ini tercatat dalam karya al-Qazwaini yang berjudul “Aja’ib al-Makhluqat wa Ghara’ib al-Maujudat”.
Jalaludin as-Suyuthi (w. 911/1505)
Karya as-Suyuthi yang khusus menjelaskan hal ini adalah “Kasyf ash-Shalshalah ‘an Washf az-Zilzalah”. Di buku ini ditampilkan Hadits-Hadits dan riwayat-riwayat berkaitan dengan gempa, dimensi fiqih gempa, dan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi sejak jaman Nabi Adam hingga jaman Nabi Muhammad SAW, dan hingga era kekhalifahan yang empat. As-Suyuthi juga menguraikan secara berurutan tahun-tahun peristiwa gempa yang pernah terjadi sampai tahun 905/1500, yaitu enam tahun sebelum wafatnya as-Suyuthi.
Selain tokoh-tokoh yang telah disebutkan di atas, sejatinya masih ada banyak lagi ulama yang memberi perhatian dan memiliki konsepsi terhadap masalah ini. Beberapa di antaranya dapat disebutkan sebagai berikut:
  • Al-Hasan bin Bahlul (abad 4/10) dalam karyanya “Ma Jama’a min Dala’il al-Atsar al-’Uluwiyyah ‘ala Ra’y al-Falasifah ath-Thabi’iyyin”.
  • Ibn ‘Asakir (w. 571/1336) dalam karyanya “az-Zalazil”. Buku ini menurut sejarawan dan peneliti terhitung hilang, namun as-Suyuthi dalam karyanya “Kasyf ash-Shalshalah ‘an Washf az-Zilzalah” telah menyebut dan mengutip karya ini.
  • Al-Idrisy (w. 560/1166) dalam karya monumentalnya “Nuzhah al-Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaq”. Topik mengenai gempa dalam buku ini dapat ditemukan pada bahasan mengenai konstruksi gunung dan laut. Di buku ini juga al-Idrisy menceritakan gempa yang terjadi di berbagai tempat.
  • Muhammad bin Abi Thalib ad-Dimasyqy (w. 7373/1336) dalam karyanya “Nukhbah ad-Dahr fi ‘Aja’ib al-Barr wa al-Bahr”.
  • Ibn Khaldun (w. 808/1405) dalam “al-Muqaddimah”. Buku ini sangat populer, kajian terkait gempa dapat ditemukan pada uraian mengenai gunung, laut, sungai, dan tujuh iklim geografis.
Selain itu, tema dan informasi gempa juga dikemukakan dalam buku-buku bergenre sejarah dan bibliografi, antara lain: “al-Muntazham fi Tarikh al-Muluk wa al-Umam” karya Ibn al-Jauzy (w. 597/1200), “Syadzarat adz-Dzahab fi Akhbar man Dzahab” karya Ibn al-’Imad (w. 1089/1678), “Husn al-Muhadharah fi Tarikh Mishra wa al-Qahirah” karya Jalaludin as-Suyuthi (w. 911/1505), “ar-Raudhatain fi Akhbar ad-Daulatain” karya al-Maqdisy, “Mufakahah al-Khullan fi Hawadits az-Zaman” karya Ibn Thulun, dan lain-lain.

 

Besarnya perhatian para ulama ini tidak hanya berprofesi di bidang sains dapat dinyatakan sebagai bentuk kepekaan sosial mereka terhadap persoalan kemanusiaan, meski diekspresikan dalam bentuk karya tulis. Dalam konteks kekinian, catatan informatif dan deskriptif para ulama ini sejatinya menjadi sumbangan berharga yang dapat dijadikan tolok ukur dalam memandang alam, dan terlebih penting memposisikan ke-Maka Kuasa-an Allah SWT terhadap ciptaan-Nya. Wallahu a’lam. [islamaktual/sm]

Leave a Comment