Bermuka Masam

Surat ke-80 dalam al-Qur’an dinamai dengan Abasa yang berarti bermuka masam. Konon, surat ini merupakan teguran kepada Nabi Muhammad karena bermuka masam ketika beliau didatangi seorang buta.
Rasulullah dikenal sebagai orang yang sangat bagus dalam bertatakrama. Oleh karena itu pasti ada alasan yang rasional mengapa saat itu beliau memasang muka masam dan memalingkan muka.
Saat itu Nabi sedang berdiskusi dengan beberapa pembesar Quraisy dan memprospeknya supaya mereka bisa bergabung dengan agama Allah. Di tengah diskusi itu tiba-tiba Abdullah ibn Ummi Maktum yang buta masuk ke dalam majelis itu dengan tangan meraba-raba. Abdullah ibn Ummi Maktum datang ke Rasulullah untuk minta diajari pengetahuan agama.
Rasulullah yang merasa terganggu memasang wajah masam (cemberut) kepada Abdullah ibn Ummi Maktum dan berpaling darinya. Alasan itu terasa sangat masuk akal. Saat harapan besar untuk mendapatkan dukungan dakwah dari para pembesar Quraisy mulai terlihat, tiba-tiba dikacaukan oleh kedatangan Abdullah ibn Ummi Maktum.
Namun alasan yang menurut ukuran manusia dianggap rasional itu ternyata tidak diterima oleh Allah SWT. Bukan memaklumi, Allah bahkan menegur Rasulullah saw dengan redaksi yang cukup keras. Boleh jadi yang kita beri muka masam itu justru membawa tujuan yang lebih mulia ketika bertemu kita.
Semua orang yang normal pasti tidak suka pada orang yang suka bermuka masam kepada orang lain. Semua orang yang normal juga pasti suka kepada orang yang senantiasa memasang muka manis dengan hiasan senyum di wajahnya.
Kecenderungan normal manusia ini sangat sesuai dengan ajaran Islam. Banyak Hadits yang menganjurkan umat Islam untuk senantiasa menebar senyum dalam kehidupan sehari-hari.
Diantara Hadits itu adalah yang diriwayatkan at-Tirmidzi, “Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.” Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh ad-Dailamy, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya pintu-pintu kebaikan itu banyak: tasbih, tahmid, takbir, tahlil (dzikir), amar makruf nahi munkar, menyingkirkan penghalang (duri,batu) dari jalan, menolong orang, sampai senyum kepada saudara pun adalah sedekah.”
Menurut pengakuan Jarir ibn Abdullah al-Bujali, Rasulullah saw adalah sosok yang murah senyum. Dalam satu riwayat yang diriwayatkan oleh Bukhari, Jarir ibn Abdullah al-Bujali ra. berkata, “Aku tidak pernah menjumpai Rasulullah saw, kecuali beliau selalu tersenyum”.
Memasang muka masam dan memasang senyum di bibir adalah perbuatan yang sama-sama memerlukan energi. Keduanya terlihat sama saja mudahnya untuk kita kerjakan. Namun, keduanya membawa dampak yang sangat berbeda. Dengan tersenyum kita dapat menciptakan kegembiraan, mengubah suasana menjadi ceria, membangkitkan semangat, dan mempererat hubungan dengan orang lain.
Dari sisi psikologi, senyum terbukti bisa mengurangi stress dan mengubah perasaan. Ketika merasa tertekan dan sedih, cobalah untuk tersenyum. Perasaan kita akan lebih baik serta pikiran lebih jernih dan positif.
Pada saat tersenyum, tubuh kita memberi sinyal-sinyal positif kehidupan. Dengan tersenyum kita telah meningkatkan imunitas tubuh secara psikologis, karena senyum membuat perasaan dan pikiran lebih rileks.
Sebaliknya, dengan cemberut dunia akan terasa menjadi sempit. Semua kegembiraan di hati perlahan akan sirna. Kecerahan pikiran juga akan tertutup mendung kegalauan. Orang yang melihat juga akan terasa sebal dan menjauh. Komunikasi akan macet dan rezeki juga pasti akan tersendat.
Lebih mudah tersenyum atau cemberutkah kita? Secara ilmiah, kita seharusnya lebih mudah untuk tersenyum daripada cemberut. Karena menurut suatu penelitian, tersenyum membutuhkan lebih sedikit otot wajah dibandingkan untuk cemberut. Beberapa ahli menyatakan untuk tersenyum hanya membutuhkan 17 otot untuk tersenyum sedangkan kalau cemberut kita memerlukan kerja 43 otot. Ahli yang lain menyebutkan untuk cemberut kita memerlukan kerja 26 otot sedangkan untuk senyum kita memerlukan kerja 62 otot.

 

Ketika sunnah dan alasan ilmiah sudah begitu gamblang terpampang, masihkah kita lebih mudah memasang wajah masam daripada menebar senyuman? [islamaktual/sm/ibnuafwan]

Leave a Comment