Jatuh Cinta Pada Tahajud

Adzan Subuh baru saja menyeru. Di waktu inilah aku mulai menutup hari. Hampir tiap malam kuhabiskan bercengkerama dengan teman-teman di sebuah warung kopi langganan dan berakhir setiap subuh menjelang. Seolah tak ada beban dan tak ada tanggung jawab yang berarti dalam hidupku.
Meskipun beragama namun aku jarang beribadah, ya seperti inilah diriku. Bebas dalam menjalani hidup semau apa yang ingin kulakukan. Namun sebenarnya dalam hati, ketenangan itu kurasakan hanya semu belaka. Ada ruang di dalam hati yang terasa kosong. Entah apa yang membuatku merasa kurang lengkap, selama ini belum pernah kurenungkan.
Seperti biasanya, ketika akan mengakhiri pertemuan di warung kopi, tiba-tiba perhatianku tergaet oleh orang-orang yang menuju masjid yang letaknya tak jauh dari tempat ngopi. Setiap kali akan pulang aku berpapasan dengan orang-orang yang menuju masjid, dan yang kuherankan kenapa mereka ke masjid sepagi itu. Sebenarnya waktu subuh pun masih jauh.
Beberapa hari berlalu sudah, namun rasa penasaranku kian menjadi. Tak kuat menahannya, aku pun menanyakan kepada seorang kawan muslim tentang rasa penasaranku ini. Usut punya usut, kebiasaan mereka ini ternyata menunaikan shalat. Shalat apa? Padahal setahuku umat muslim menjalankan shalat ketika ada adzan, dan yang dikerjakan sebelum matahari terbit adalah subuh.
“Mereka shalat Tahajud,” seloroh seorang kawan. Aku termangu, merenungkan ternyata banyak sekali ibadah orang muslim. Kebiasaanku sesampai di rumah kini menjadi aneh, yaitu memikirkan orang shalat malam. Aneh memang, tapi kenapa juga aku memikirkan ibadah orang muslim. Sementara aku tak peduli dengan ibadah yang dituntunkan ajaran agamaku.
Di dalam keluarga pun aku merasa kekeringan akan nasehat soal ibadah. Keluargaku yang hancur saat papa menikah lagi, tak pernah memperdulikan mama dan anak-anaknya lagi. Kondisi keluargaku menjadi amburadul. Inilah sebabnya kenapa aku menjalani hidup yang bebas dan semauku. Untungnya, aku tak pernah mengenal pergaulan bebas.
Selama ini aku sering berkumpul dengan teman-teman sesama alumni kuliah, yang notabene muslim. Meski hanya sekedar ngopi di warung pinggiran, bagiku sudah cukup membuatku nyaman dalam menjalani hidup. Kadang kami berdiskusi terkait dengan keyakinan (agama) kami yang berbeda. Namun bukan untuk saling menjatuhkan, aku salut, karena mereka juga mau menerima ajaranku yang mereka anggap benar. Misalnya tidak boleh berzina dan menenggak minuman keras.
Akhir-akhir ini aku sering membayangkan shalat malam sebelum subuh yang dilakukan umat muslim. Membayangkan ketenangannya menemui Sang Pencipta dalam suasana yang khusyuk. Terasa ada getaran aneh dalam diriku ketika itu. Mungkin kekosongan hati yang kurasakan selama ini karena aku jauh dari Tuhan.
Secara sembunyi-sembunyi aku membeli buku-buku tentang Islam dan Shalat Tahajud. Kubaca saat di kamar saja, setelahnya kusimpan rapat-rapat di dalam lemari. Aku tidak ingin siapapun tahu kebiasaan baruku ini. Genap dua bulan aku menghabiskan empat buku tentang Islam dan satu buku tentang Shalat Tahajud.
Pelajaran yang kudapat dari buku lalu kudiskusikan dengan beberapa teman muslim yang kuanggap lebih luas wawasan keislamannya. Getaran kekaguman pada shalat Tahajud begitu menusuk hatiku. Seolah membentuk nuansa yang sangat istimewa, karena interaksi antara Tuhan dan makhluk tidak ada tabir setipis apapun yang menghalangi keduanya.
Sampai ku menangis tersedu ketika merenungkan sekaligus membayangkan nikmatnya bertemu Tuhan secara langsung dalam nuansa yang tidak ada siapa dan apapun yang mengganggu. Aku memutuskan masuk Islam didampingi oleh teman-teman yang biasa berkumpul. Syahadat kuikrarkan dengan mantap. Seiring dengan pembinaan keislaman yang kuikuti, aku langsung tancap gas shalat Tahajud.
Suatu saat ketika aku melakukan shalat Tahajud di dalam kamar, mama ternyata mengintipku. Sejak itulah mama tahu aku telah menjadi muallaf. Alhamdulillah, bukan amarah yang kuterima melainkan bagaikan mendapat anugerah yang tak terkira, mamaku ingin masuk Islam. Seketika aku memeluknya erat sekali, seiring dengan air mata yang kian deras.
Subhanallah, Tahajud benar-benar membuat hatiku lebih tenang dan bersemangat menjalani hidup. Tak ada lagi kekosongan dalam hati. Aku jatuh cinta pada Tahajud. Setiap permasalahan apapun selalu kucari solusinya melalui Tahajud. Semoga aku menjadi muslim yang sempurna, meski wawasanku masih seumur jagung.

 

Ya Allah, aku memohon jaga imanku, kuatkan aqidahku, tuntunlah langkahku dalam menempuh ujian hidup ini. Berilah hidayah kepada kedua orang tuaku. Amien. [islamaktual/alfalah/pungki]

Leave a Comment