Ibn Qayyim al-Jauziyah -dalam kitab Ighatsatul Lahfan min Mashaid asy-Syaithan, I/91-94- menjelaskan tentang sebab yang melatarbelakangi perintah Allah SWT dalm al-Qur’an yang berisi anjuran kepada setiap qari’ (pembaca) al-Qur’an untuk ber-isti’adzah, yang secara ringkas pernah dibahas oleh para ustadz dalam beberapa forum kajian tafsir yang pernah saya ikuti. Dari pembahasan yang terdapat dalam kitab tersebut, bisa dipahami bahwa ketika Allah SWT memberikan perintah untuk ber-isti’adzah kepada diri kita, minimal memiliki enam pesan utama:
Pertama, al-Qur’an bernilai guna sebagai obat untuk penyakit-penyakit hati semua umat manusia, sebagaimana firman-Nya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yunus [10]:57).
Oleh karenanya, ketika Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk ber-isti’adzah, pada saat itu Allah memberi peluang kepada setiap para pembaca ayat-ayat al-Qur’an (juga para penyimaknya) untuk mendapatkan nilai kegunaan al-Qur’an sebagai syifa’ (obat) bagi penyakit-penyakit yang ada dalam shadr (hati) mereka, tanpa dipengaruhi oleh setan yang selalu siap untuk mengganggu, karena jika al-Qur’an tidak berfungsi (karena gangguan setan yang bermain untuk membisikkan sesuatu yang buruk pada hati para pembaca dan penyimak bacaan ayat-ayat al-Qur’an), maka al-Qur’an pun boleh jadi tidak lagi bernilai guna ‘menjadi’ syifa’ (obat) yang paling mujarab, yang bisa menyembuhkan luka apapun yang terjadi pada hati manusia, karena Allah sebagai asy-Syafi’ (Sang Penyembuh) tak berkenan memberikan kesembuhan kepada para pembaca dan penyimak bacaan ayat-ayat al-Qur’an yang ‘tengah’ tergoda oleh bisikan-bisikan setan.
Kedua, setan -yang semula berasal dari komunitas jin- diciptakan oleh Allah SWT dari api yang dapat membakar apa saja, termasuk (membakar) hati para manusia. Sedangkan al-Qur’an adalah sesuatu yang dapat memberi hidayah, pengetahuan dan siraman bagi hati setiap manusia.
Ketiga, sesungguhnya para malaikat selalu mendekati pembaca al-Qur’an dan mendengarkan bacaan-bacaannya. Ibn Qayyim al-Jauziyah menukil sebuah riwayat, bahwa hal ini pernah terjadi pada salah seorang sahabat yang bernama Usaid ibn Hudhair. Dinyatakan bahwa ketika sedang membaca al-Qur’an, ia melihat semacam awan yang di dalamnya terdapat lampu-lampu mendekatinya. Ketika ditanyakan kepada Rasulullah SAW, beliau menyatakan bahwa itu adalah malaikat.
Keempat, setan dan para pengikut setianya selalu berupaya untuk memalingkan manusia dari ‘mengingat’ Allah (menjadikan mereka lupa kepada Allah) dan ketika mereka membacanya selalu diganggu, agar tercegah dari peluang untuk ber-tadabbur (merenungi maknanya).
Dalam hal ini Allah SWT berfirman: “Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka.” (al-Isra’ [17]:64).
Kelima, Allah SWT sangat antusias untuk mendengarkan tilawah (bacaan) al-Qur’an dari para hamba-Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.: “Sesungguhnya Allah lebih bersemangat mendengarkan seorang laki-laki yang bagus bacaan al-Qur’annya yang mengeraskan suara bacaannya daripada (mendengarkan) seorang yang mencintai nyanyian ketika mendendangkan nyanyiannya.” (HR. Ibn Majah dari Fadhalah ibn Ubaid).
Keenam, setan mempunyai sifat selalu berkeinginan untuk mencegah siapapun yang berniat untuk beramal shalih, termasuk di dalamnya orang yang berkeinginan atau tengah membaca dan menyimak ayat-ayat al-Qur’an. Bahkan -dalam sebuah riwayat- Nabi Muhammad SAW pun pernah digoda olehnya. Sebagaimana sabda beliau: “Sesungguhnya ‘Ifrit dari bangsa jin baru saja menggangguku untuk memutus shalatku, tetapi Allah memenangkan aku atasnya, dan aku berkehendak untuk mengikatnya di salah satu tiang masjid sampai waktu shubuh sehingga setiap orang dari kalian dapat melihatnya. Namun aku teringat ucapan saudaraku Sulaiman ‘Alaihis Salam ketika berdoa: “ {Ya Rabb, anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak akan dimiliki oleh seorangpun setelah aku}”(Shad [38]:35). Dinyatakan oleh periwayat hadits ini: “Kemudian beliau (Rasulullah SAW) pun mengusirnya dalam keadaan hina.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah r.a)
Tidak bisa dipungkiri, dengan ber-isti’adzah, setiap pembaca dan penyimak (bacaan) al-Qur’an akan selalu (terjamin) ‘terjauhkan’ dari segala godaan setan, dan akan menghasilkan ibadah yang berkualitas. [islamaktual/sm/muhsinhariyanto]